DPP IMM Menggagas Penguatan Kapasitas Perempuan Dalam Kancah Politik dan Kepemiluan Indonesia


DPDIMMKALSEL.COM
 Jakarta
– Dewan Pimpinan Pusat Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (DPP IMM) menggagas perlunya penguatan kapasitas sumber daya perempuan dalam menghadapi kancah politik nasional. Gagasan tersebut dikemukakan Rini Marlina selaku Ketua DPP IMM Bidang Immawati dalam konferensi pers jaringan organisasi kemasyarakatan dan pemantau pemilihan umum (pemilu) pada Jumat (11/2/22). Konferensi pers tersebut  diselenggarakan oleh gabungan penggiat pemilihan umum, elemen organisasi perempuan nasional serta organisasi kepemudaan perempuan nasional melalui kanal zoom.  


Dalam konferensi pers tersebut, Rini menyampaikan jika DPP IMM menawarkan solusi penguatan kapasitas perempuan di Indonesia dalam bidang politik, pemerintahan, ketatanegaraan serta isu publik lainnya. Menurutnya, hal tersebut perlu dipersiapkan oleh segala elemen masyarakat yang bergerak di bidang keperempuanan karena dikemudian hari kalangan perempuan tidak hanya mampu memperjuangkan kebijakan keterwakilan tiga puluh persen dalam kancah politik, namun harus dipersiapkan pula kapasitasnya. 

“Merealisasikan keterwakilan perempuan di ruang publik menjadi titik berat bagi para pegiat organisasi kemasyarakatan. Namun hal tersebut bisa diselesaikan melalui penguatan kapasitas perempuan menghadapi kancah politik Indonesia dikemudian hari, sebab tawaran bersama kebijakan keterwakilan tiga puluh persen dalam lembaga penyelenggara pemilu sebagai affirmative action harus berkesinambungan dengan kapasitas perempuan itu sendiri. Kami DPP IMM kedepannya berusaha mengadakan berbagai pelatihan untuk menunjang kapasitas perempuan di seluruh tanah air dalam hal politik dan kepemiluan”, ujarnya.  


Keterwakilan Perempuan Dalam Kancah Politik Dimulai Pada Masuknya Perempuan Di Lembaga Penyelengggara Pemilu. 

DPP IMM yang tergabung dalam jaringan organisasi kemasyarakatan dibidang perempuan diantaranya PP Fatayat Nadhalatul Ulama, PP Nasyiatul Aisyiyah, PB Kopri, Kohati PB HMI serta PP Ikatan Pelajar Nadhalatul Ulama mendesak DPR-RI untuk memenuhi keterwakilan tiga puluh persen perempuan dalam lembaga penyelenggara pemilu. Hal tersebut merupakan amanat Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, namun pada praktiknya kebijakan keterwakilan tersebut belum memenuhi ketentuan tiga puluh persen.  


Dalam penyampaian konfrensi pers, Rini menambahkan jika kedepannya DPR-RI harus mampu menjaring perempuan yang memiliki kapasitas, kapabilitas, integritas serta rekam jejak yang mempuni dibidang kepemiluan, selayaknya presentase keterwakilan perempuan mampu naik menjadi lima puluh persen.

“Kalau kita semua mampu mempersiapkan kapasitas perempuan dalam bidang politik dan kepemiluan, memiliki kapabiltas serta rekam jejak yang mempuni maka selanjutnya tugas DPR-RI mampu menjaringnya seobjektif dan semakmal mungkin. Jika hal tersebut dapat kita penuhi bersama dan DPR-RI mampu memfasilitasinya, bukan sesuatu kemustahilan keterwakilan perempuan dalam lembaga penyelenggara pemilu yakni KPU, Bawalu dan DKPP bertambah menjadi lima puluh persen, itu harapan kami selaku Immawati di seluruh tanah air”, tegas Rini. 


Keberpihak Ketua DPR-RI Memfasilitasi Keterwakilan Perempuan Dalam Lembaga Penyelenggara Kepemiluan Merupakan Harapan Utama. 

Senada dengan penyampaian Rini dan perwakilan jaringan organisasi perempuan lainnya dalam konferensi pers, Wahidah Suaib selaku pegiat pemilu dan mantan Komisioner Bawaslu RI periode 2007-2014 menyampaikan pentingnya keberpihakan Ketua DPR-RI memfasilitasi keterwakilan perempuan tersebut. Menurut Wahidah, terpilihnya Puan Maharani sebagai Ketua DPR-RI perempuan pertama di Indonesia merupakan catatan sejarah terbaik bangsa dalam hal keterwakilan perempuan dalam kancah politik Indonesia.


Namun, ukiran sejarah tersebut jika tidak berkesinambungan dengan keberpihakan Puan Maharani memfasilitasi keterwakilan perempuan dalam lembaga penyelenggara kepemiluan di Indonesia, maka sejarah tersebut hanya sebatas catatan sejarah semata tanpa adanya implikasi keterwakilan perempuan di kancah politik Indonesia.

“Keterwakilan perempuan sangat penting dalam kancah politik Indonesia, mengingat sejarah perjuangan kaum perempuan dimulai pada saat era pra kemerdekaan, kemerdekaan dan pasca kemerdekaan hingga pada masa pasca reformasi. Perjuangan keterwakilan perempuan dalam kancah politik baiknya diawali pada keterwakilan perempuan dalam lembaga penyelenggara pemilu sebesar tiga puluh persen. Hari ini pun sejarah mencatat mba Puan Maharani sebagai perempuan pertama yang menjabat sebagai Ketua DPR-RI, namun jika mba Puan tidak memfasilitasi keterwakilan perempuan dalam lembaga penyelenggara kepemiluan sebesar tiga puluh persen sama saja ukiran sejarah tersebut hanya sebatas catatan ukiran kertas semata tapi  tidak berdampak pada keterwakilan perempuan memasuki kancah politik Indonesia”, harapnya.


Rekomendasi Gabungan Elemen Organisasi Perempuan Nasional.

Konferensi pers yang dilakukan berbagai elemen organisasi perempuan tersebut menghasilkan beberapa tawaran dalam memperjuangkan keterwakilan perempuan di kancah politik Indonesia. Tawaran dalam rekomendasi tersebut berkaitan dengan perjuangan keterwakilan perempuan masuk kedalam lembaga penyelenggara kepemiluan di seluruh Indonesia dengan presentase tiga puluh persen. Beberapa tawaran dalam rekomendasi tersebut diantaranya:

  1. Meminta dan mendesak DPR-RI memenuhi kuota tiga puluh persen keterwakilan perempuan dalam lembaga penyelenggara pemilu sesuai amanat Undang-Undang Pemilu.  
  2. Mendorong pemilihan calon anggota KPU RI dan Bawaslu RI menggunakan sistem paket affirmasi keterwakilan perempuan masing-masing anggota Komisi II DPR RI menulis minimal 30% nama perempuan dalam paket calon, yakni 2 (dua) nama perempuan dari 5 (lima) nama calon anggota Bawaslu RI dan menulis 3 (tiga) nama perempuan dari 7 (tujuh) nama calon anggota KPU RI.  

  3. Mendorong DPR untuk memilih figur yang memiliki kapasitas dan pengalaman pemilu yang mumpuni, memiki kemandirian, integritas yang kuat dan determinasi yang tinggi mengingat tantangan Pemilu serentak 2024 yang berat dan kompleks. 

  4. Materi Fit and Proper Test (FPT) memuat tentang Pemilu inklusif, kesetaraan dan keadilan gender agar calon yang terpilih, perempuan dan laki-laki adalah figur-figur yang memiliki komitmen untuk mewujudkan Pemilu yang inklusif, berkesetaraan dan berkeadilan gender.


Dokumen Rekomendasi Di Sini

Sumber : Rilis DPP IMM

Post a Comment

0 Comments