Banjir Kalsel, Ust. Fauzi Rahmani : tak pernah Banjarku sebanjir ini, tak pernah sungai pasang setinggi ini dan tak pernah jalan tergenang selama ini...

 

Oleh : Ustadz M. Fauzi Rahmani, M.Pd
(Da'i Muda Banua)

tak pernah Banjarku sebanjir ini, tak pernah sungai pasang setinggi ini dan tak pernah jalan tergenang selama ini...

Tak ada manusia yang tak membutuhkan rasa aman. Namun dalam realitas kehidupan, kesulitan, musibah, atau kondisi tak aman mustahil dihindarkan. Kita hidup dalam serba-dua kemungkinan: siang dan malam, sedih dan bahagia, sehat dan sakit, hidup dan mati, aman dan tak aman, dan sebagainya. 

"Dan segala sesuatu Kami ciptakan berpasang-pasangan supaya kamu mengingat kebesaran Allah” (QS Adz-Dzariat[51]: 49)"

Hanya Allah yang tak berpasangan! ..artinya, di balik keberpasangan setiap kondisi tersebut ada Dzat Tunggal yang perlu disadari. Allah subhanahu wata’ala adalah satu-satunya tempat bergantung, kembali, dan berserah diri.   

Belum lama tahun berganti, kita menyaksikan dan mengalami berbagai musibah, mulai dari angin besar, gempa bumi, kecelakaan pesawat dan banjir yang diluar kendali. Mungkin dulu kita hanya menyaksikan berita di tivi, tapi kini kita yg mengalami.

Yang perlu disikapi dari musibah ini adalah mengembalikan semuanya kepada Yang Maha Memiliki, Allah subahanhu wata’ala. Bumi, langit, dan seisinya adalah milik Allah maka Allah berhak mau menjadikannya seperti apa. Bahkan seandainya seluruhnya diluluhlantakkan manusia tidak akan bisa berbuat apa-apa.  Karena ini semua adalah milik Nya.

Namun demikian, kita juga mesti bermuhasabah (introspeksi), apakah musibah ini merupakan bentuk ujian, peringatan, atau yang lain. Sehingga, kita lebih berhati-hati dalam menjaga amanah alam ini.   Allah berfirman  “Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).(QS. Ar-rum[30]: 41) 

Imam Jalaludin dalam Tafsir Jalalain menjelaskan lafal بِÙ…َا Ùƒَسَبَتْ Ø£َÙŠْدِÙŠ النَّاسِ (karena perbuatan tangan manusia) dengan arti Ù…ِÙ†َ الْÙ…َعَاصِÙ‰, yang berarti “karena maksiat”.   Artinya bahwa kerusakan di bumi ataupun di langit timbul karena ulah manusia, persisnya sebab kemaksiatan yang mereka lakukan.   

Kemaksiatan ini tentu bukan hanya berbentuk pelanggaran atas norma “halal-haram”, yang berkenaan dengan urusan privat, namun juga bisa berupa dosa yang berkaitan dengan masyarakat dan lingkungan. Segala bentuk perbuatan merusak alam adalah kemaksiatan. Karena dengan merusak alam kita secara sadar telah mengurangi keseimbangan alam, menyebabkan masalah pada hari ini dan masa-masa yang akan datang.  Penebangan pohon secara brutal,  perilaku buang sampah sembarangan dan menjadikan sungai-sungai sebagai bak sampah terpanjang, serta pembangunan tak beraturan membuat air tak punya resapan juga karena kian meluasnya aspal dan beton jalan, semakin membuat jalan tergenang dan lainnya.   

Orang yang berilmu dan beriman akan menjadikan musibah sebagai momentum meningkatkan kebaikan. Baik kebaikan itu tertuju kepada Allah maupun kepada makhluk itu sendiri. 

Segala musibah yang menimpa menjadi alat untuk berdzikir dan muhasabah diri, sehingga kita dapat mengambil sisi positif terutama dalam meningkatkan kualitas keimanan dan ketakwaan kepada Allah ta'ala. 

Hanya orang-orang yang sadar dan sabarlah yang akan meraih kebaikan dari musibah yang datang. Hingga musibah bisa memicu hadirnya mahabbah (rasa cinta).   

Karena kesabaran dalam menerima musibah adalah cara Allah menghapuskan dosa-dosa.  “Tidak ada yang menimpa seorang mukmin dari kelelahan, penyakit, kesusahan, kesedihan, hingga duri yang menusuk tubuhnya, kecuali Allah menghapus kesalahan-kesalahannya" (HR. Bukhari) 

Ulama berujar, sesungguhnya musibah yang menimpa orang mukmin tidak mengandung pahala, sebab musibah bukanlah atas usahanya. Akan tetapi, pahala itu terletak pada kesabaran atas musibah yang menimpa.  

Musibah kan datang silih berganti, tinggal bagaimana menyikapi, apakah dengan sabar sembari introspeksi ataukah kita justru marah sembari mengingkari. 

Musibah adalah sarana untuk mengingat sang pemberi musibah, upaya untuk meningkatkan kualitas keimanan, yang pada akhirnya menumbuhkan rasa cinta yang mendalam pada zat yg Maha Rahman. Mahasuci Allah yang senantiasa memberikan yang terbaik untuk makhluk-Nya

Semoga Allah sang Rahman hilangkan musibah yang menimpa lalu berbekas meninggalkan bahagia baik untuk dunia maupun akhirat kita. 

Wallahu a’lam bish shawab

sei andai,15/1/21
Ba'da Jum'at
Mfr


Post a Comment

0 Comments