Pengenelan "Teologi Pembebasan" dari Karl Max - Gustavo Gutierrez



Oleh Muhammad Nashir*

Teologi pembebasan banyak orang di zaman sekarang ini mungkin sedikit asing dengan hal tersebut begitu juga saya yang bisa di katakan masih sangat awam untuk mengetahui bahkan memahami sebuah sebuah paham yang asing ini namun secara tata bahasa kita bisa secara mudah memahami bahwa teologi pembebasan merupakan kata majemuk yang berasal dari kata teologi dan pembebasan. Lorens Bagus menyebutkan bahwa Teologi dalam bahasa Inggris “theology” dalam bahasa latin “teologia” dimana kata theos (Tuhan, Allah) dan Logas (wacana ilmu)1. 

Jadi dapat kita ambil kesimpulan bersama bahwa teologi tersebut adalah merupakan ilmu yang mempelajari tentang Tuhan namun tidak hanya demikian tentu berhubungan dengan manusia dan alam semesta. Kata pembebasan merupakan istilah yang muncul sebagai reaksi dari istilah pembangunan yang kemudian menjadi ideology pengembangan ekonomi yang cenderung liberal pemahaman bagaimana sebuah peranan agama dalam ruang lingkup lingkungan sosial2. Dengan kata lain paham ini adalah suatu usahakontekstualisasi ajaran-ajaran dan nilai keagamaan pada masalah kongkret di sekitarnya dan sebagai respon terhadap situasi ekonomi dan politik yang dinilai menyengsarakan rakyat.

Setelah menyimak sedikit tentang teologi pembebasan secara tata bahasa mungkin kita akan sedikit terbuka mengenai teologi pembebasan atau bahkan akan lebih penasaran dan ingin mengetahui secara khusus bagaimana ajaran teori pembebasan ini. Pemikiran Teologi pembebasan yang berkembang di kawasan Latin perlu kajian pendahuluan dalam membahas agama dan politik. Hal ini jelas terkait dengan berkembangnya pemikiran politik kiri yang bersinergis agama sehingga memunculkan adanya teologi pembebasan. Secara historis, munculya pemikiran maupun gerakan teologi pembebasan sendiri memang berasal dari kondisi sosio kultural Amerika Latin. Kawasan Latin yang selama ini dikenal kawasan bergejolak karena pengalaman kolonialisme yang begitu panjang memiliki sejarah enindasan dan ketimpangan yang kuat. 

Pengalaman panjang kolonialisme Spanyol di kawasan Amerika Latin sendiri menjadikan ajaran-ajaran Gereja Katolik Roma sendiri menjadi agama utama bagi seluruh masyarakat di kawasan tersebut.

Secara garis besar, pemikiran politik Karl Mark yang populer dengan Marxisme sendiri banyak mempengaruhi pemikiran teologi pembebasan yang terangkum dalam beberapa poin mendasar berikut ini: 

1) analisis perjuangan kelas; 2) menolak adanya akumulasi kapital dan kepemilikan pribadi; 3) mendukung adanya gerakan perubahan; 4) manusia perlu dinilai sebagai makhluk sosialis dan bukan mengarah pada persaingan kompetitif. 

Maka tidak salah jika kita memahami bahwa awalnya teologi pembebasan secara umum populer di kalangan penganut kristen karena sejarah menjelaskan lahirnya teologi pembebasan pada akhir abad ke-20 yang berasal dari Amerika Latin awalnya merupakan kekecewaan atas kehadiran agama dalam hal ini keberadaan gereja dalam menuntaskan masalah sosial yang ada di masyarakat. Perspektif pertama yang datang dalam pemahaman teologi pembebasan Gustavo Gutierrez, seorang pastor kelahiran Peru. 

Menurut analisis politik yang dilakukan oleh Gutierrez, lahirnya teologi pembebasan sendiri merupakan bentuk kritikan atas dua tradisi politis Antara Kristen yang liberal maupun Katolik yang konservatif4. Selain itu Francis (2008) menyampaikan terdapat empat pilar
paradigma pembebasan modern, dalam arti memenuhi standar konseptualisai ilmu pengetahuan dunia kini. Keempat pilar tersebut adalah sebagai berikut:

Kemerdekaan (independency), yang kita mengerti tidak sekedar otonomi atau kemerdekaan wilayah, tetapi terlebih pada kemandirian manusia/rakyat sebagai hasil karya penciptaan Allah yang tertinggi. 
Kesaudaraan (solidarity), bukan persaudaraan sebab kesaudaraan adalah sesuatu yang harus selalu diusahakan dari kedua belah atau beberapa pihak.

Keadilan sosial (social justice), artinya bukan sekedar persamarataan (equality), melainkan pencukupan syarat/sarana dasar kehidupan bagi semua.

Kerakyatan (populist), bukan sekedar cinta bangsa melainkan cinta kepada kemanusiaan, terlebih mereka yang masih dipinggirkan.5
Referensi

1. Lorens Bagus, Kamus Filsafat (Cet. 2; Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2000)
2. Heri, Teologi pembebasan, Surakarta : Sekolah Tinggi Theologia Berita Hidup Surakarta, 2013.
3. Natalie, “Evaluasi Kritis terhadap Doktrin Gereja dari Teologi pembebasan,” Jurnal Veritas, Vol. 1,
No. 2, 2000 h. 185
4. Jati, Wasisto Raharjo. AGAMA DAN POLITIK : Teologi pembebasan sebagai Arena Profetisasi Agama. Walisongo
Jurnal Walisongo, Volume 22, Nomor 1, Mei 2014
5. Francis Wahono Nitiprawiro.Teologi pembebasan. (Yogyakarta:LKIS Pelangi Aksara).

*Ketua Bidang Riset Pengembangan Keilmuan DPD IMM Kalimantan Selatan, Muhammad Nasir

Post a Comment

0 Comments