ESSAY: IPP Harus Naik, Tekan Pernikahan Dini

dpdimmkalsel.com, Banjarmasin - DPD IMM Kalsel gelar diskusi bersama Ketua Komisi IV DPRD Prov Kalsel sekaligus merealisasikan program kerja dari Komisi IV DPRD Kalsel yaitu dalam penyerapan aspirasi, Rabu (19/2/20) malam.

Kegiatan “Serap Aspirasi Pemuda dan Diskusi Pemuda Banua” dengan tema “Paradoks Kalimantan Selatan” ini dilaksanakan di Warung Simpang Banjar (Jl.Sultan Adam, Banjarmasin) dan dihadiri oleh IMMawan dan IMMawati Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah dari pimpinan komisariat, cabang hingga daerah yang jumlahnya kurang lebih sebanyak 39 orang.

Kegiatan inipun dimoderatori oleh Kanda IMMawan Laili Masruri yang selanjutnya dipersilahkan kepada Bapak H.M.Lutfi Syaifuddin,S.sos selaku Ketua Komisi IV DPRD Kal-Sel untuk menyampaikan pandangannya terkait perihal yang menjadi paradoks di Provinsi Kalimantan Selatan ini.

Kemudian dalam penyampaiannya beliau mengatakan bahwasanya meskipun kondisi Alam di Kalimantan Selatan ini melimpah tetapi masih saja perihal pendidikan dan kesehatan kita masih dalam kondisi ‘kritis’.

Bahkan Indeks Pembangunan Pemuda (IPP) di Provinsi Kalimantan Selatan pun menurun dari peringkat 26 menjadi peringkat 32 dari 34 Provinsi. Pada anggaran Dispora pula 80% dihabiskakn untuk olahraga dan hanya 20% untuk kegiatan kepemudaanya. Sehingga beliau berharap, IMM bisa menjadi organisasi pelopor dengan memperkuat intelektual serta memperketat pengkaderannya.

IPP rendah dipengaruhi oleh beberapa faktor, di antaranya yaitu pendidikan kita yang masih rendah, yang masih belum merata dan kurangnya keterampilan pemudanya, serta karena maraknya pernikahan dini  yang terjadi.

Provinsi Kalimantan Selatan menjadi provinsi dengan jumlah perkawinan anak tertinggi di Indonesia yaitu 39,53 % dari jumlah seluruh perkawinan, sementara Daerah Istimewa Yogyakarta terendah dengan 11,07 % (Data ini dihimpun oleh Badan Pusat Statistik (BPS) dan dirilis oleh Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak). Bapak H.M.Lutfi Syaifuddin,S.sos pun mengatakan “Ditakutkannya bonus demografi menjadi bencana demografi bagi kita," ucapnya.

Adapun beberapa audience menyampaikan aspirasinya mulai dari perihal kesehatan, sosial, keprofesian sampai pendidikan. Pada hari ini masih kita temui beberapa institusi pelayanan kesehatan yang mengandalkan koneksi (orang dalam) atau ‘titipan’ untuk tenaga pekerjanya sehingga bagi tenaga pekerja maupun honorer sangat susah jika tidak ada ‘titipan’ tersebut.

Dalam hal ini Ketua Komisi IV DPRD Kal-Sel menyatakan keprihatinannya atas hal tersebut, “Memang sangat sulit bagi kita yang tidak ada koneksi”, tuturnya. Selain itu, beberapa daerah juga diketahui ‘karang taruna’ di desanya mati atau tidak berfungsi lagi sehingga ada yang menanyakan bagaimana terkait anggarannya.

Menanggapi hal tersebut bapak H.M.Lutfi Syaifuddin,S.sos. membenarkan adanya karang taruna yang mati bahkan beliau mengatakan Karang Taruna hampir tidak tersentuh, tetapi tidak besar. Dan pada tahun 2020 ini beliau memaparkan bahwasanya Kemendagri telah mencairkan dana sebesar 900 Juta untuk anggaran desa sedangkan untuk penganggaran Karang Taruna di Provinsi Kalimantan Selatan berkisar sekitar 200 - 300 Juta.

Adapun anggaran untuk Karang Taruna ini kata beliau harusnya diusulkan saat musrembang, dan kemungkinan pembakal/kepala desa di sana tidak mengetahui adanya anggaran untuk Karang Taruna ini. Maka daripada itu harapannya ada edukasi dari IMMawan dan IMMawati terkait ini karena banyak desa yang tidak menganggarkan di APBDES.

“Banjarmasin yang digaungkan ‘ramah’ difable, nyatanya masih belum ramah. Bahkan bagi difable sudah diatur dalam UU untuk dapat bekerja” kata salah satu audience.

Bapak H.M.Lutfi Syaifuddin,S.sos. pun membenarkan terkait peraturan bagi difabel dapat bekerja itu. “Sudah ada diperda utk perusahaan swasta minimal 1% pekerjanya yang difabel dan untuk BUMN minimal 2%. Selain itu beberapa perusahaan sudah diinisiasi namun masih belum diterapkannya bahkan kami selalu menyisipkan untuk ‘sosialisasi’ mungkin masih kurang dan memang tidak ada anggarannya untuk ini tetapi sudah diperjuangkan untuk ada anggarannya," paparnya.

Masih banyak lagi yang disampaikan audience pada kegiatan ini yang tak dapat saya jabarkan satu per satu di sini, namun pada pokok bahasannya semua permasalahan yang disampaikan audience sudah diperjuangkan oleh DRPD Provinsi Kalimantan Selatan.

Dan beliau pun menekankan kepada kita dalam menghadapi bonus demografi ini IPP harus naik, nah perihal IPP harus naik ini pun sempat kita singgung di atas mengenai faktor menurunnya IPP yaitu salah satunya karena pernikahan dini.

Pernikahan dini menurut saya ialah pernikahan yang dilakukan sebelum usia ‘matang’ nya. Yang mana dalam hal ini apabila pernikahan itu dilakukan maka akan memungkinkan terjadinya banyak risiko baik secara fisik maupun psikisnya sehingga rentan mengakibatkan perceraian.

Berdasarkan ilmu kesehatan, usia ideal yang matang secara biologis dan psikologis adalah 20 sampai 25 tahun bagi wanita, kemudian usia 25 sampai 30 tahun bagi pria.

Pernikahan juga bukanlah hal yang main – main, maka dari itu kenapa Allah Subhanahu Wa Ta’ala mention perihal pernikahan dengan diksi Mitsaaqan-ghalizha di dalam Al-Qur’an.

Kalian tahu tidak? kata “mitsaq” dalam Bahasa Arab berarti “janji”, sama seperti “wa’d”. Namun, secara penekanan, “mitsaq” lebih kuat ketimbang “wa’d”. Imam Jalaluddin Al Mahalli dan Imam Jalaludin As Suyuthi dalam Tafsir Jalalain menyebut “mitsaq” sebagai bentuk taukid (penekanan/penguatan/penegasan) dari sebuah janji. Ia adalah komitmen, lebih dari sekadar janji. Sedangkan kata “ghalizha” berasal dari kata “ghilzh” yang berarti kuat, berat, tegas, keras, kokoh, teguh. Jadi, Mitsaaqan-ghalizha (pernikahan) ini adalah komitmen yang tidak main-main guys.

Karena ini bukan main-main, maka tentunya tidak main-main pula dalam melakukan pernikahan ini. Tentunya perlu persiapan yang matang terutama dalam hal ilmu berkenaan dengan tugas kerumahtanggaan, adapun tiga kebutuhan yang harus dipenuhi yaitu dari kesiapan memenuhi kebutuhan biologisnya, kebutuhan psikis dan kebutuhan ma’isyah (nafkah).

Adapun hari ini masih banyak fenomena orangtua yang menikahkan anaknya meskipun masih dapat kita katagorikan anak-anak atau belum mencapai usia matang. Menikah hanya karena desakan anaknya sehingga takut anaknya melakukan hal yang tidak diinginkan dan lain sebagainya.

Saya tentu tidak menyalahkan sepenuhnya atas keputusan orangtua tersebut namun kita perlu akui. Zaman memang telah berubah, gadis-gadis sekarang semakin lambat ‘dewasa’. Para lelaki juga tidak banyak dipersiapkan keluarganya ataupun mempersiapkan dirinya sendiri untuk menjadi ‘dewasa’.

Sedangkan semakin bertambahnya usia, semakin muncul dorongan mengekspresikan kebutuhannya terhadap lawan jenis. Hanya saja apakah cara mengekspresikannya itu benar atau salah?

Seharusnya orangtua bisa lebih konsen dalam memperhatikan dan menasehati anak – anaknya dalam bergaul juga dalam memberikan pemahaman terkait ini serta bagi siapapun kalian yang belum mencapai usia matang menikah hendaknya jangan memetik bunga ditaman jika dengan mendekatinya merusak iman.

Oleh karena itu pernikahan dini sekarang ini ‘tidak disarankan’ karena selain merupakan faktor dari menurunnya Indeks Pembangunan Pemuda (IPP) provinsi Kalimantan Selatan juga agar tidak berdampak terhadap kesehatan reproduksi dan berimbas ke perekonomian dan sosial daerah sehingga untuk IPP naik perlunya menekan pernikahan dini ini. (Nur Melinda)


Biografi Singkat Penulis 

Nama : Nur Melinda
Asal Pimpinan : PC. IMM Kota Banjarmasin
Kampus : Universitas Muhammadiyah Banjarmasin
Instagram : @nrmelinnda

Post a Comment

0 Comments